Hamdi Zakaria, A.Md: Wajib Tau..!!! Sungai Dalam HGU Perusahaan Perkebunan Milik Negara Perlu Diawasi



Patrolihukum86.com, Jambi - Hamdi Zakaria, A.Md Ketua Umum Tim Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TMPLHK) Indonesia, seorang aktivis pemerhati lingkungan Provinsi Jambi, dalam meeting gabungan anggotanya, bertempat di aula kantor bersama Telanai Pura Kota Jambi memaparkan.


Menurut Hamdi Zakaria, Sungai (sungai dalam konteks HGU) dikuasai oleh negara, bukan perusahaan. 


Ini diatur dalam Pasal 5 UU SDA yang menyatakan bahwa Sumber Daya Air dikuasai oleh negara. Perusahaan dapat menggunakan sungai untuk kegiatan usaha, tetapi tidak dapat memiliki hak atas sungai tersebut, kata Hamdi.


Hamdi Zakaria Penjelasan Lebih Detail,

Hak Penggunaan Sungai.


Kata Hamdi, Perusahaan dapat diberikan izin untuk menggunakan sungai untuk kegiatan usaha tertentu, seperti transportasi, irigasi, atau pembangkit listrik. 


Hak Pengelolaan Sungai,

Kata Hamdi termasuk pengaturan penggunaan air dan pembangunan infrastruktur terkait, berada di tangan pemerintah. 


Tanah Bantaran Sungai,

 (sempadan sungai) juga dikuasai oleh negara dan memiliki status khusus, tidak dapat dimiliki secara pribadi, ungkap Hamdi Zakaria.


 Kementerian ATR (Aparatur Tata Ruang) nantinya akan menerbitkan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk sungai. 


Perlu dipahami HGU dan Sungai, kata Hamdi,

HGU (Hak Guna Usaha) diberikan atas tanah, bukan atas sungai. Meskipun demikian, kegiatan usaha yang memanfaatkan sungai (misalnya pertanian yang mengandalkan irigasi) dapat dilakukan berdasarkan izin yang diterbitkan oleh pemerintah. 


Sebagai contohnya kata Hamdi,

Perusahaan yang melakukan kegiatan pertanian di daerah dengan sumber air dari sungai, misalnya, akan mendapatkan izin untuk menggunakan air sungai dari pemerintah, tetapi tidak akan memiliki hak milik atas sungai tersebut. 


Hamdi Zakaria memperjelas Dasar aturan sempadan sungai diatur dalam beberapa peraturan, yang utama adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Peraturan ini menetapkan jarak minimum sempadan sungai dari tepi sungai, baik di kawasan perkotaan maupun di luar kawasan perkotaan, ungkap Hamdi.


 Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai. 


Lebih detail, aturan sempadan sungai meliputi, Jarak Sempadan,

Jarak minimum sempadan sungai dari tepi sungai bervariasi tergantung pada jenis sungai (bertanggul atau tidak bertanggul) dan lokasi (kawasan perkotaan atau luar kawasan perkotaan), kata Hamdi.


Peraturan Menteri PUPR 28/2015, Menjelaskan penetapan garis sempadan sungai dan danau, termasuk jarak sempadan dan batasan penggunaan. 

Peraturan Pemerintah 38/2011:

Mengatur tentang sungai secara umum, termasuk sempadan sungai dan pengelolaannya. 


Peraturan Menteri PUPR 63/1993, Menjelaskan tentang garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai, daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai. 


Penyelenggaraan dan Pemeliharaan,

Aturan sempadan sungai juga mengatur tentang penyelenggaraan dan pemeliharaan sungai, termasuk larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai. 


Peraturan Daerah,

Selain peraturan nasional, beberapa daerah juga memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang sempadan sungai, seperti Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Selatan Nomor 11 Tahun 2009 tentang Garis Sempadan.} Ungkap Hamdi Zakaria.


Pemanfaatan Sempadan Sungai ini kata Hamdi,

Aturan sempadan sungai juga mengatur tentang pemanfaatan sempadan sungai, termasuk larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai tanpa izin. 


Hamdi Zakaria aktivis ini menjelaskan, ada sanksi bagi perkebunan yang merusak konservasi sungai dapat berupa pidana penjara dan denda, serta potensi perampasan alat dan hasil tindak pidana. Pencemaran sungai oleh limbah perkebunan, misalnya, dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar. Perusakan cagar alam atau kawasan hutan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp7.5 miliar, kata Hamdi.


Handi jelaskan lebih lanjut,

1. Pencemaran Sungai:

Pasal 60 Jo.

Jika perusahaan sengaja membuang limbah ke sungai, dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 60 Jo.

Pasal 60:

Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar, ungkap Hamdi.


Ada juga peraturan khusus dalam bidang perkebunan yang mengatur sanksi terkait limbah dan pencemaran.

 

2. Perusakan Cagar Alam atau Kawasan Hutan:

Pasal 72 UU No. 18 Tahun 2004:

Setiap orang yang melakukan perusakan cagar alam atau kawasan hutan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp7.5 miliar. 

UU No. 18 Tahun 2004:

UU ini mengatur berbagai aspek tindak pidana dalam bidang perkebunan, termasuk perusakan kawasan hutan. 


3. Sanksi Lain:

Perampasan Alat: Alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, termasuk alat angkut, dapat dirampas dan/atau dimusnahkan oleh negara.

Rampasan Hasil Tindak Pidana: Hasil tindak pidana juga dapat dirampas oleh negara. 


4. Pentingnya Konservasi Sungai:

Peraturan Pemerintah:

Ada peraturan pemerintah yang mengatur mengenai pengelolaan dan konservasi sungai.

Undang-Undang Sumber Daya Air, ungkap Hamdi.


Undang-Undang Sumber Daya Air mengatur tentang pelestarian dan pemanfaatan air, termasuk sungai.

Peraturan Daerah:

Peraturan daerah juga dapat mengatur mengenai konservasi sungai di masing-masing wilayah. 


Jadi kata Hamdi, pada esimpulan nya,

Perkebunan yang merusak konservasi sungai, termasuk melalui pencemaran atau perusakan kawasan hutan, dapat dikenakan sanksi pidana yang berat, seperti penjara dan denda, serta potensi perampasan alat dan hasil tindak pidana. Penting bagi perkebunan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mematuhi peraturan yang berlaku. 


Hamdi pertegas ada aturan sempadan sungai dalam perkebunan bertujuan untuk menjaga fungsi sungai dan ekosistem sekitarnya, serta mencegah dampak negatif dari kegiatan perkebunan terhadap kualitas air dan lingkungan, ungkap Hamdi.


Secara umum, aturan ini menetapkan jarak minimum antara tepi sungai dengan kegiatan budidaya tanaman, dan melarang kegiatan yang dapat merusak atau mengurangi fungsi sempadan sungai. 


Aturan Sempadan Sungai,

1. Jarak Minimum:

Aturan ini menetapkan jarak minimum antara tepi sungai dengan kegiatan perkebunan, yang berbeda-beda tergantung pada jenis dan ukuran sungai, serta apakah sungai tersebut bertanggul atau tidak bertanggul. 


Sungai Besar (DAS > 500 km²): Jarak sempadan sungai minimal 100 meter. 


Sungai Kecil (DAS ≤ 500 km²): Jarak sempadan sungai minimal 50 meter. 


Sungai Bertanggul: Jarak sempadan sungai minimal 3 meter (di dalam kawasan perkotaan) dan 5 meter (di luar kawasan perkotaan) dari tepi luar kaki tanggul. 


2. Larangan Aktivitas:

Aturan ini juga melarang kegiatan tertentu di dalam sempadan sungai, seperti:


Menanam sawit: Dilarang menanam sawit atau tumbuhan yang menyerap air di daerah sempadan sungai. 


Pembangunan: Dilarang melakukan pembangunan yang dapat merusak sempadan sungai, seperti pembangunan jalan, bangunan, atau kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi sungai. 


Pencemaran: Dilarang melakukan pencemaran air sungai, seperti membuang limbah atau bahan kimia ke sungai. 


3. Fungsi Sempadan Sungai:

Sempadan sungai memiliki fungsi penting, antara lain:

Melindungi ekosistem sungai,


Sempadan sungai berfungsi sebagai zona penyangga antara sungai dan daratan, yang dapat menjaga keanekaragaman hayati sungai dan melindungi ekosistem sekitarnya. 


Mencegah erosi: Sempadan sungai dapat mencegah erosi tepi sungai dan menjaga stabilitas sungai. 

Menyerap air hujan: Sempadan sungai dapat menyerap air hujan dan mencegah terjadinya banjir. 


4. Pengelolaan Sempadan Sungai:

Pengelolaan sempadan sungai harus dilakukan dengan hati-hati dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan fungsi sungai dan lingkungan sekitar. 


Pemantauan: Perlu dilakukan pemantauan secara rutin terhadap kondisi sempadan sungai dan kualitas air sungai. 


Peningkatan kesadaran: Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya sempadan sungai dan aturan yang berlaku. 


Kerja sama: Perlu dilakukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha perkebunan untuk menjaga sempadan sungai. 


Disini saya kasih contoh Kasus nya kata Hamdi.

Sebagai contoh, jika terdapat perkebunan kelapa sawit di dekat sungai besar, maka perkebunan tersebut harus menjaga jarak minimal 100 meter dari tepi sungai. Selain itu, tidak boleh ada kegiatan yang dapat merusak sempadan sungai, seperti menanam sawit di dalam sempadan, membangun jalan di sempadan, atau membuang limbah ke sungai. 


Penegakan Hukum:

Pelanggaran terhadap aturan sempadan sungai dapat dikenakan sanksi, mulai dari sanksi administratif hingga sanksi pidana. 


Jadi Kesimpulan nya

Aturan sempadan sungai dalam perkebunan sangat penting untuk menjaga fungsi sungai dan lingkungan sekitarnya. Dengan memahami dan menaati aturan ini, perkebunan dapat menjalankan kegiatan budidaya secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, tutup Hamdi Zakaria, A.Md, seorang aktivis pemerhati lingkungan Provinsi Jambi. Yang notabene sebagai Ketua Umum TMPLHK Indonesia, Wakil Ketua Badan Penyelidik Nasional Ombusman Muda Indonesia untuk Provinsi Jambi juga sebagai Pimpinan Redaksi dibeberapa media online Nasional.


Redaksi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama