Patrolihukum.com, Merangin – Setelah ramai diberitakan terkait dugaan penyalahgunaan BBM industri untuk operasional alat berat di Desa Selango, Kecamatan Pamenang Selatan, Kabupaten Merangin, Jambi, Kepala Desa Anhar alias Aan disebut mulai panic dan meradang. Informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber terpercaya di lapangan menyebutkan, Aan tidak terima atas pemberitaan tersebut dan berencana melaporkan media yang menulis kasus itu ke Polda Jambi.
Seorang sumber dekat sang kades menyatakan, Aan merasa terganggu dengan maraknya pemberitaan yang menyeret namanya.
“Terkait berita yang kemarin itu, Pak Kades bilang nanti akan lapor media tersebut ke Polda Jambi. Tunggu saja, katanya,” ujar sumber yang namanya sengaja tidak dipublikasikan.
Sebelumnya, media ini mengulas dugaan masuknya solar industri sebanyak 5.000 liter menggunakan mobil tangki bernomor polisi BE 8052 YR milik PT APDE, yang disebut akan disuplai ke alat berat excavator milik oknum kades. Sopir mobil tangki bahkan sempat mengakui bahwa pengiriman BBM itu “untuk Pak Kades Aan” di Desa Selango. Publik pun makin curiga karena di lapangan ditemukan informasi adanya dua unit alat berat yang diduga beroperasi untuk aktivitas penambangan ilegal.
Menanggapi ancaman laporan ke Polda, Ketua Komite Wartawan Indonesia Perjuangan (KWIP) Kabupaten Merangin, Ady Lubis, angkat bicara. Ia menilai langkah mengancam media justru mencoreng wibawa seorang pejabat publik.
“Kalau mau lapor, silakan. Jangan koar-koar ke sana kemari. Laporkan saja langsung. Kalau bersih, kenapa harus panik?” tegas Ady Lubis.
Menurutnya, pemberitaan soal kades Selango baru menyentuh lapisan paling awal, dan masih banyak dugaan persoalan lain yang belum dibuka ke publik.
“Itu baru sebagian kecil. Masih ada soal jembatan gantung, masalah sekdes, keterkaitan dengan PT CMB, dan persoalan lain di desa itu. Kalau jadi pejabat publik, harus siap dikritik. Jangan sedikit-sedikit ancam lapor,” ujarnya.
Ady Lubis juga mengingatkan bahwa sengketa pemberitaan tidak boleh langsung dibawa ke ranah kepolisian, karena terdapat mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang.
“Kalau narasumber keberatan dengan isi berita, jalurnya itu ke Dewan Pers, bukan ke polisi. Itu aturan sistem pers nasional. Ada hak jawab dan hak koreksi yang bisa ditempuh, bukan main gertak,” tegasnya.
Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bila seseorang merasa dirugikan oleh pemberitaan media, langkah yang benar adalah:
1. Mengajukan hak jawab atau hak koreksi kepada media terkait.
2. Jika masih merasa tidak puas, melapor ke Dewan Pers, bukan ke Polda.
Dewan Pers akan memeriksa apakah pemberitaan telah memenuhi kaidah jurnalistik atau tidak. Kepolisian baru bisa terlibat jika Dewan Pers menyatakan kasus tersebut bukan ranah karya jurnalistik.
Publik kini menunggu: apakah laporan ke Polda benar dilakukan, atau hanya gertakan untuk membungkam suara kritis? Jika sang kades merasa difitnah, klarifikasi adalah jalan termudah. Namun jika memilih melawan dengan ancaman, hal itu justru menimbulkan dugaan baru.
Irwanto