TMPLHK Indonesia: Ada Sanksi Bagi Pelaku Perkebunan sawit melanggar PP No. 38 Tahun 2011



Patrolihukum86.com, Jambi - Hamdi Zakaria, A.Md Ketua DPP TMPLHK Indonesia, disini memaparkan terkait pelanggaran bagi Perusahaan perkebunan, melanggar PP nomor 38 tahun 2011 tentang sungai, dan Sanksi yang menunggu.


Menurut Hamdi Zakaria, ketika sawit ditanam di area sempadan sungai yang merupakan kawasan penyangga (buffer zone). Ini terjadi ketika perusahaan atau masyarakat menanam sawit dalam jarak 100 meter dari sungai besar dan 50 meter dari sungai kecil, yang seharusnya ditanami tumbuhan penyimpan air atau dibiarkan alami sebagai hutan. 


Pelanggaran yang dilarang

Penanaman sawit di sempadan sungai, Menanam pohon sawit di sepanjang bantaran sungai, baik oleh perusahaan maupun masyarakat.

Lebar kawasan yang dilanggar, Menanam sawit di zona penyangga. Lebar zona penyangga adalah 100 meter dari tepi sungai besar dan 50 meter dari tepi sungai kecil.

Konsekuensi pelanggaran kata Hamdi Zakaria, Jika ada yang menanam sawit di sempadan sungai, maka lahan tersebut tidak boleh dikuasai, dimanfaatkan, dan harus dikembalikan fungsinya menjadi kawasan penyangga sungai. 


Aturan dan dampaknya

Aturan, PP No. 38 Tahun 2011 menetapkan bahwa sempadan sungai adalah zona penyangga yang tidak boleh ditanami kelapa sawit karena tanaman ini tidak cocok untuk menjaga ekosistem sungai, disepanjang zona garis maya sepadan sungai.


Dampak dari Penanaman sawit di sempadan sungai dapat merusak ekosistem, menyebabkan erosi, dan mengurangi kemampuan sungai untuk menyimpan air, sehingga berpotensi menimbulkan banjir, ungkap Hamdi Zakaria.


Ada Sanksi yang mengancam, termasuk penertiban atau pembongkaran tanaman di sempadan sungai, denda, hingga sanksi hukum lainnya sesuai peraturan yang berlaku. Sanksi ini diberikan karena melanggar larangan menanam sawit atau tanaman lain di area buffer zone atau sempadan sungai yang merupakan kawasan konservasi. 


Sanksi bagi pelanggar PP No. 38 Tahun 2011

Penertiban dan pembongkaran, Pemerintah berhak menertibkan dan membongkar tanaman, dalam hal ini sawit, yang ditanam di sempadan sungai. 


Larangan penguasaan, Perusahaan maupun masyarakat dilarang menguasai lahan di sempadan sungai, termasuk menanam sawit di dalamnya, hal ini dikarenakan sempadan sungai merupakan hutan konservasi sungai.


Sanksi hukum, Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 


Sanksi administrasi, Sesuai dengan peraturan PP No. 38 Tahun 2011, pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, terhadap hutan konservasi sungai ini, kata Hamdi.


Perusahaan perkebunan sawit yang merusak hutan konservasi di wilayah sungai atau

Pelaku perkebunan  dapat dikenai berbagai sanksi hukum, mulai dari sanksi pidana, perdata, hingga sanksi administratif. Sanksi ini diatur dalam sejumlah undang-undang di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ungkap Ketua TMPLHK ini.


Jadi menurut Hamdi Zakaria Ketua TMPLHK ini, jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada perusahaan:

1. Sanksi pidana 

Sanksi ini ditujukan untuk menjerakan pelaku kejahatan dan dijatuhkan melalui proses pengadilan. 

Pidana penjara, Pelaku perusakan hutan, termasuk korporasi, dapat diancam pidana penjara, dengan durasi bervariasi tergantung beratnya pelanggaran.


 Sebagai contoh minsal kata Hamdi,  pembakaran hutan yang disengaja dapat diancam pidana penjara maksimal 15 tahun.

Dan Pelaku dapat dikenakan denda yang besar. Untuk kasus pembakaran hutan, denda maksimal bisa mencapai Rp 7,5 miliar.


Hamdi juga katakan, Untuk pelanggaran konservasi, dendanya bisa mencapai ratusan juta rupiah.


Pemberatan sanksi untuk korporasi juga ada, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 memperberat sanksi pidana terhadap pelanggaran di kawasan konservasi, terutama jika dilakukan oleh korporasi. 


2. Sanksi perdata

Sanksi ini menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab secara finansial atas kerugian yang ditimbulkan. 

Ganti rugi lingkungan, Perusahaan wajib membayar ganti rugi atas kerusakan ekologis yang terjadi. 


Tindakan pemulihan lingkungan, Selain ganti rugi, perusahaan juga dapat dipaksa untuk melakukan pemulihan kondisi lingkungan yang rusak, misalnya dengan melakukan reboisasi atau pembersihan sungai. 


3. Sanksi administratif,

Sanksi ini dijatuhkan oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan sanksi pidana. 


Peringatan tertulis, Langkah awal berupa teguran resmi dari pemerintah.

Penghentian sementara kegiatan, Operasional perusahaan dapat dihentikan sampai pelanggaran diperbaiki.


Penutupan lokasi, Pemerintah bisa menutup lokasi perkebunan yang melanggar.


Pencabutan izin usaha, Ini adalah sanksi paling berat secara administratif, di mana izin perkebunan dicabut sehingga perusahaan tidak dapat lagi beroperasi.


Denda administratif, Pemerintah juga dapat mengenakan denda sebagai sanksi administratif. Demikian paparan kali ini, ungkap Hamdi Zakaria, A.Md Ketua DPP TMPLHK Indonesia ini, moga bisa menjadi acuan dan renungan.


Redaksi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama